1. Pengertian
Depresiasi
atau penyusutan dalam akuntansi adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat
disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya.[1]. Penerapan depresiasi
akan memengaruhi laporan keuangan, termasuk penghasilan kena pajak suatu
perusahaan.
Metode yang
paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung penyusutan adalah
metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation). Tapi selain itu,
ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode
penyusutan dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda.
Pentingnya
menentukan biaya penyusutan adalah sebagai berikut:
1. Beban penyusutan akan mempengaruhi
penyajian laporan keuangan yaitu mempengaruhi besar kecilnya laba
2. Perusahaan bisa bermain strategi pada jumlah
laba yang “diinginkan” hanya dengan mengutak-atik biaya penyusutan yang akan
dipergunakan
Aktiva yang
bisa disusutkan adalah aktiva tetap, karena memiliki kriteria sebagai berikut,
yaitu:
1. Digunakan lebih dari satu periode
akuntansi (kecuali bila ada hal-hal yang di luar rencana sehingga mempengaruhi
proses penggunaan aktiva tetap)
2. Memiliki masa manfaat tertentu, misalnya:
5 tahun atau 10 tahun (tidak mungkin selamanya)
3. Dipergunakan untuk proses produksi perusahaan
(untuk kegiatan operasional), misalnya: mengangkut barang/ produk yang
dihasilkan perusahaan (bila aktiva tetap berupa kendaraan) atau sebagai tempat
memproduksi barang (bila aktiva tetap berupa gedung).
Apapun nama/
jenis aktiva yang memiliki ketiga ciri-ciri yang telah disebutkan di atas
tersebut, disebut dengan aktiva tetap, dan wajib disusutkan. Segala sesuatu
yang dipergunakan secara kontinu untuk tujuan operasional perusahaan maka akan
mengalami penurunan fungsi, itu sebabnya ada penyusutan yang dipergunakan untuk
menilai seberapa banyakkah penurunan manfaat dari suatu aktiva tetap yang
dipergunakan oleh perusahaan.
Bagaimana
cara perusahaan menentukan metode penyusutan untuk aktiva tetap yang mereka miliki?
Sebelum
menjawab pertanyaan tersebut, maka berikut ini adalah beberapa metode
penyusutan sesuai dengan PSAK No. 17 yang bisa dipilih oleh perusahaan, yaitu:
1. Metode Garis Lurus
Merupakan
metode penyusutan yang banyak dipergunakan oleh perusahaan. Beberapa hal yang
merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh metode penyusutan garis lurus yaitu:
beban penyusutan per tahun jumlahnya sama besar tak peduli apakah dalam tahun
tersebut perusahaan memproduksi banyak barang atau tidak, mudah dipergunakan karena
biaya penyusutan per periodenya sama sehingga dalam menentukan biaya
penyusutanpun sangat mudah, biaya penyusutan per periode yang sama tidak
mengindikasikan jumlah penggunaan dari aktiva tetap tersebut (aktiva tetap
sering dipergunakan atau tidak memiliki biaya penyusutan per periode yang tetap
atau sama sekalipun umur ekonomisnya juga sudah berkurang). Bisa dikatakan
bahwa metode penyusutan garis lurus merupakan metode penyusutan yang paling
mudah namun kurang memiliki sensitivitas dalam penggunakan aktiva tetap. Hal
tersebut tercermin pada biaya penyusutan yang tetap sama dari tahun per tahun,
padahal penggunaan aktiva tetap tersebut seharusnya mengalami perubahan
termasuk umur ekonomisnya.
2. Metode Jumlah Angka Tahun
Adalah metode
penyusutan yang memiliki ciri biaya penyusutan per tahunnya selalu menurun.
Penghitungannya lebih rumit, yaitu setelah harga perolehan dikurangi dengan
nilai residu maka hasilnya dikalikan dengan bilangan pecahan (pembilang= jumlah
manfaat tahun dari aktiva tetap dan penyebut= jumlah tahun secara keseluruhan).
Misalnya, aktiva tetap memiliki harga perolehan sebesar 10 juta dengan nilai
residu 2 juta. Umur ekonomis dari aktiva tetap tersebut ditaksir 5 tahun. Maka
untuk menghitung biaya penyusutan yang dibebankan pada perusahaan di tahun
pertama adalah sebagai berikut:
(10 juta- 2
juta) x 5/ (5+4+3+2+1)= …..
Meskipun
proses penghitungannya tidak semudah metode penyusutan sebelumnya (garis
lurus), namun sebenarnya metode jumlah angka tahun ini sangat logis, yaitu
aktiva tetap akan selalu mengalami penurunan manfaat dari tahun ke tahun.
Biasanya perusahaan akan lebih banyak menikmati manfaat dari aktiva tetap
tersebut di tahun-tahun awal (ketika aktiva tetap belum usang).
3. Metode Saldo Menurun
Sesuai dengan
namanya, maka metode saldo menurun ini mensyaratkan saldo (nilai buku) di akhir
periode yang selalu menurun. Biaya penyusutan dilambangkan dengan prosentasi
yang nilainya selalu tetap dari tahun ke tahun. Jadi yang membedakan adalah
biaya penyusutan yang selalu menurun dari tahun ke tahun (meskipun
prosentasenya tetap) dikarenakan nilai buku yang juga terus menurun setiap
tahunnya.
4. Metode Jam Jasa
Metode ini
mencerminkan alokasi beban penyusutan berdasarkan jumlah penggunaan aktiva tetap
dengan menggunakan jumlah jam kerja sebagai dasar pengalokasiannya. Maka dari
itu sifat dari biaya penyusutan pada metode jam jasa ini bersifat variable
(berubah-ubah sesuai dengan kegiatan produksi pada waktu itu). Kelebihan yang
sekaligus menjadi kelemahan dari metode penyusutan jenis ini adalah perusahaan
bisa dengan mudah diidentifikasi tentang kondisi internalnya, misalnya biaya
penyusutan yang ada pada laporan keuangan bernilai cukup besar itu artinya
perusahaan dalam keadaan bagus karena mampu menghasilkan produk yang banyak,
sebaliknya saat biaya penyusutan yang dilaporkan pada laporan keuangan kecil
itu artinya perusahaan dalam kondisi yang kurang menyenangkan. Hal tersebut
tentu akan menjadi beban tersendiri bagi perusahaan.
5. Metode Jumlah Unit Produksi
Hampir sama
dengan metode jam jasa, termasuk kelebihan dan kekurangannya. Hanya saja yang
membedakan adalah pada metode jumlah unit produksi ini yang dihitung adalah
jumlah produk yang dihasilkan dan bukan jumlah jam yang dihabiskan atau
dibutuhkan untuk menghasilkan produk.
Tentunya,
metode depresiasi yang berbeda yang digunakan oleh perusahaan akan memberikan
hasil yang berbeda pula pada laporan keuangan. Setiap perusahaan memiliki
pertimbangan masing-masing dalam memilih metode beban penyusutan. Beberapa
pertimbangan perusahaan yang dipergunakan untuk menentukan biaya penyusutan per
periode di antaranya adalah:
1. Apakah penggunaan aktiva berubah-ubah
atau berfluktuasi dari waktu ke waktu
2. Apakah aktiva tetap tersebut cepat usang
atau tidak (memiliki manfaat yang lebih besar di awal untuk kemudian semakin
menurun dari waktu ke waktu, kendaraan untuk operasional perusahaan misalnya)
Pada laporan
keuangan, beban penyusutan akan mempengaruhi jumlah laba
yang
dihasilkan. Biaya penyusutan yang terlalu besar pada akhirnya akan mempengaruhi
perolehan laba perusahaan menjadi kecil yang itu artinya nilai perusahaan akan
turun di mata pihak eksternal. Sebaliknya biaya penyusutan yang terlalu kecil
juga akan menimbulkan tanda tanya atau ketidakpercayaan terlebih bila
perusahaan menggunakan metode unit produksi/ jam kerja yang mengindikasikan
bahwa biaya penyusutan yang menurun sama dengan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan barang yang juga menurun.
Pada laporan keuangan, beban penyusutan akan mempengaruhi jumlah laba
yang dihasilkan. Biaya penyusutan yang terlalu besar pada akhirnya akan mempengaruhi perolehan laba perusahaan menjadi kecil yang itu artinya nilai perusahaan akan turun di mata pihak eksternal. Sebaliknya biaya penyusutan yang terlalu kecil juga akan menimbulkan tanda tanya atau ketidakpercayaan terlebih bila perusahaan menggunakan metode unit produksi/ jam kerja yang mengindikasikan bahwa biaya penyusutan yang menurun sama dengan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang yang juga menurun.
2. Metode
Unit Produksi/Unit of Production Method
Depresiasi/Penyusutan
Aktiva Tetap
Unit of
Production Method
Kapasitas
produksi suatu aktiva tetap dijadikan pedoman dalam penentuan besarnya
depresiasi, dan besarnya produksi yang dilakukan dalam kapasitas produksi
tersebut merupakan metode yang digunakan untuk menghitung depresiasi.
Rumus
menghitung depresiasi :
Tarif
depresiasi =
Harga
perolehan-nilai sisa/kapasitas produksi
Ilustrasi :
PT Garuda
Nusantara membeli mesin penggilingan padi seharga Rp.10.000.000 dengan
kapasitas produksi 50 ton beras, umur 4 tahun. Adapun perincian pemakaian
selama 4 tahun tersebut :
Tahun 1 : 15
ton
Tahun 2 : 10
ton
Tahun 3 : 20
ton
Tahun 4 : 5
ton
Jawab :
Depresiasi
tahun.ke1 = Rp.10.000.000/50 ton x 15 ton = Rp. 3.000.000,-
Jurnal pada
akhir tahun ke 1 :
D : Beban
Dep.-Penggilingan Padi Rp. 3.000.000
K : Akumulasi
Dep.-Penggilingan Pad=====Rp. 3.000.000
Depresiasi
tahun ke 2 := Rp. 200.000 x 10 ton = Rp. 2.000.000
Jurnal pada
akhir tahun ke 2 :
Beban
Dep.-Penggilingan Padi Rp.2.000.000
Akumulasi
Dep.-Penggilingan Padi====== Rp. 2.000.000
Depresiasi
tahun ke 3 = Rp. 200.000 x 20 ton = Rp. 4.000.000
Jurnal pada
akhir tahun ke 3 :
D : Beban
Dep.-Penggilingan Padi Rp.4.000.000
K : Akumulasi
Dep.-Penggilingan Padi====Rp. 4.000.000
Depresiasi
tahun ke 4 = Rp. 200.000 x 5 ton = R. 1.000.000
Jurnal pada
akhir tahun ke 4 :
D : Beban
Dep.-Penggilingan Padi Rp. 1.000.000,-
K : Akumulasi
Dep.-Penggilingan Pad==== Rp. 1.000.000
3. DEPLESI
Deplesi
merupakan istilah lain dari penyusutan atau amortisasi. Deplesi digunakan
khusus untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, misalnya bijih
besi, hasil tambang, kayu hutan dsbnya.
Deplesi
dihitung dengan tarif deplesi yang diperoleh dari Beban yang dikeluarkan untuk
mendapatkan hak penambangan dibagi estimasi hasil yang akan diperoleh.
Ilustrasi
1 :
PT
Andalan Tambang memperoleh hak penambangan sebesar Rp. 500.000.000.000,-
Estimasi hasil yang terkandung didalamnya sebesar 1.000.000 ton bahan tambang.
Tahun pertama berhasil ditambang sebesar 26.500 ton, maka Jurnal Deplesi yang
dilakukan akhir tahun pertama adalah :
D
: Beban Deplesi=== Rp. 13.250.000.000,-
K
: Akumulasi Deplesi====== Rp. 13.250.000.000,-
Keterangan:
Besarnya
deplesi tergantung pada jumlah ton yang berhasil ditambang.
Ilustrasi
2 :
Pada
tanggal 5 Januari 20 A PT Perkasa membeli tanah yang mengandung bijih besi
seharga Rp. 100 milyar. Estimasi nilai sisa tanah seharga Rp. 20 milyar. Hasil
survey geologi pada saat pembelian terdapat 2 juta bijih besi yang dapat
diambil. Pada tahun 20A dikeluarkan biaya untuk pembuatan jalan dan proses
pengeluaran bijih besi sejumlah Rp. 750 juta. Pada tahun 20A, 50.000 ton telah
ditambang. Survey baru dilakukan pada akhir tahun 20B dan diperkirakan ada 3
juta ton bijih besi yang terkandung didalam tambang. Pada tahun 20B, 125.000
ton bijih besi berhasil ditambang.
Instruksi:
Hitunglah
beban deplesi tahun 20A dan 20B
Solusi
:
Beban
Deplesi tahun 20A :
Harga
sumber daya -nilai sisa Rp. 80.000.000.000,-
Perbaikan
lahan jalan............Rp 750.000.000,-
Jumlah..................................Rp.80.750.000.000,-
Estimasi
bijih besi dalam ton = 2.000.000 ton
Biaya
deplesi per ton Rp. 40.375,-
Beban
Deplesi Tahun 20A =
*
50.000 ton x Rp. 40.375 = Rp. 2.018.750.000,-
Beban
Deplesi tahun 20B :
Harga
sumber daya (neto) Rp. 80.750.000.000,-
Beban
Deplesi tahun 20A... Rp. 2.018.750.000,-
Sisa
pada awal tahun 20A...Rp. 78.731.250.000,-
Sisa
bijih besi setelah survey ( ton) = 3.125.000 ton
(
3.000.000 + 125.000)
Biaya
Deplesi per ton Rp. 25.194,-
Biaya
deplesi tahun 20B =
*
125.000 ton x Rp. 25.194,- = Rp. 3.149.250.000,-
SUMBER:
Gen Norman Thomas, MM, Akt
redaksi online
Drs. Gen Norman Thomas, SE Akuntan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar