Minggu, 02 Desember 2012

MASALAH LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN ENERGI.




MASALAH LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN ENERGI.
Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ; logam – logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh.
Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.
Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh diluar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi.
Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlua adanya perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya. Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi, eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
1. Cara pengolahan pembangunan dan pertambangan.
2. Kecelakaan pertambangan.
3. Penyehatan lingkungan pertambangan.
4. Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul.

Perlunya Pertambangan yang Prospektif

Dalam kegiatan proses produksi, sering terjadi dampak yang ditimbulkan dari produksi tersebut. Dampak yang timbul itu banyak merugikan mahkluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun lingkungan hidup. Di balik dampak tersebut, para pelaku produksi sering tidak memperhatikan dan memperdulikan penyebab yang mereka lakukan, mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Lingkungan atau lahan adalah salah satu sumber daya pembangunan dan alat untuk proses  produksi yang memiliki sifat yang persediaannya terbatas atau tidak bisa bertambah. Oleh karena itu dalam penggunaan suatu lahan perlu pengupayaan dengan mengarahkan kepada kesesuaian penggunaannya dan mempertimbangkan aspek keberlanjutan agar kelestarian tetap terjaga dan kemampuannya menyediakan kebutuhan dan menampung kegiatan manusia terus berkembang.

Dalam kehidupan sekarang, para pelaku produksi sering tidak memperhatikan bagaimana kondisi lahan yang merupakan sebagai salah satu pemacu kegiatan produksinya. Salah satu bentuk penggunaan lahan yang sering kali dilakukan manusia kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutan lahan untuk menjaga kelestariaannya adalah penggunaan lahan sebagai kawasan pertambangan.
Pertambangan yang dirangkaikan dengan adanya kegiatan penggalian, pengolahan, pemanfaatan, dan penjualan bahan galian dapat memberikan dampak negatif terhadap kondisi lingkungan. Dampak negatif ini tidak hanya terjadi pada proses penambangannya saja tetapi juga pada waktu paska tambang.

Dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan lingkungan yang dapat berupa perubahan sifat fisik dan sifat kimia tanah. Selain itu kegiatan pertambangan dapat mengubah struktur tanah akibat penggalian top soil untuk mendapatkan mineral yang dibutuhkan serta timbulnya kolong – kolong atau lahan bekas penambangan yang berbentuk danau – danau kecil yang memiliki kedalaman yang cukup dalam.

Jika kita teliti secara rinci, dampak nyata dari kegiatan pertambangan akan menyebabkan terjadinya pencemaran baik udara, air, dan tanah. Hal ini adalah sangat mengganggu, dimana setiap kegiatan manusia pasti berdasarkan ketiga unsur ini. Jika terjadi penurunan kualitas dari ketiga unsur ini, setiap kegiatan manusia akan memberikan suatu kondisi yang tidak diinginkan atau berdampak buruk. Salah satu contoh nyatanya adalah dengan hilangnya kesuburan tanah akibat pertambangan, maka hasil pertanian yang didapatkan akan tidak memuaskan dan kemungkinan bisa menyebabkan kerugian bagi petani.

Perubahan iklim dan kerusakan ekosistem sekitar tambang akan dapat terjadi jika kegiatan pertambangan tidak segera ditanggulangi dan diantisipasi. Permasalahan yang cukup serius dapat ditimbulkan dikemudian hari seperti terjadinya longsor dan timbulnya lahan kritis ataupun lahan terlantar yang tidak produktif. Eksploitasi besar – besaran dan degradasi lingkungan bekas pertambangan yang berdampak pada kawasan disekitanya dapat mengancam kehidupan makhluk hidup.

Perlu adanya upaya penanggulangan dampak yang akan terjadi dari kegiatan pertambangan supaya ekosistem mahkluk hidup tidak terganggu. Jika kita lihat kondisi pada saat ini, bahwa lahan bekas pertambangan baik logam maupun non logam cenderung ditinggalkan tanpa ada penanganan yang lebih lanjut oleh pelaku tambung atau dengan kata lain, lahan bekas pertambangan cenderung ditelantarkan

Akibat dari penelantaran lahan bekas pertambangan, akan merugikan pemerintah sekitar karena pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk penutupan tambang. Selain itu, pemerintah akan dibebani dengan tanggung jawab untuk mengembalikan lahan – lahan tersebut pada fungsi semula yang produktif, karena lahan bekas tambang dapat menjadi lahan terlantar yang tidak produktif dan memiliki potensi bencana longsor. Jika lahan yang tidak produktif ini ditelantarkan akan memberikan dampak negatif lagi kepada masyarakat yaitu terjadinya peningkatan kemiskinan karena perubahan lahan produktif menjadi tidak prodiktif mengurangi lahan pertanian.

Perlu dilakukannya perencanaan lahan bekas tambang supaya tidak merugikan banyak pihak. Oleh karena itu dibutuhkan suatu kajian terhadap lahan bekas tambang yang terlantar untuk mengetahui arahan pemanfaatan lahan yang sesuai untuk dilakukan berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh lahan bekas tambang tersebut dan permintaan yang ada agar permasalahan yang terjadi akibat ditelantarkannya lahan bekas tambang dapat diminimalisir.
Peningkatan kualitas dari reklamasi adalah salah satu upaya positif yang dapat menanggulangi dampak yang ditimbulkan dari proses pertambangan. Dengan adanya reklamasi ini selain upaya untuk memperbaiki kondisi lingkungan pasca tambang, juga diupayakan agar menghasilkan lingkungan ekosistem yang baik dan menjadi lebih baik dibandingkan rona awalnya, dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian yang masih tertinggal.

Peningkatan kualitas dari reklamasi nantinya akan membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu juga akan mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Walaupun reklamasi ini tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal, penelantaran tanah akan dapat diminimalisir dan mengembalikan lahan produktif.

Dalam upaya pencapaian tujuan restorasi dengan reklamasi perlu dilakukan upaya seperti rekonstruksi lahan dan pengelolaan tanah pucuk. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu. Lereng dari bekas tambang dibuat bentuk teras, selain untuk menjaga kestabilan lereng, diperuntukan juga bagi penempatan tanaman revegetasi.
Dengan upaya yang dilakukan seperti ini, diharapakan agar setiap kegiatan pertambangan tidak meninggalkan pengaruh negatif  lagi bagi mahkluk hidup dan lingkungan sekitar. Upaya ini diharapkan dapat menekan kerugian yang akan dialami masyarakat sehingga perwujudan pemenuhan kebutuhan hidupnya dapat berlangsung dengan baik.

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Usaha Pertambangan

Bencana alam, kerusakan, percemaran dan hilangnya sumber daya alam yang begitu cepat serta kemudian berganti menjadi petaka, membuat suatu perubahan besar dalam strategi perubahan dalam memandang lingkungan hidup di Indonesia .

Perubahan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup menjadi UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Kemudian perubahan UU No.1 Tahun 1967 tentang Pertambangan, menjadi UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba. Memberi suatu dorongan dan semangat dalam merubah padangan terhadap lingkungan hidup. Memaknai lingkungan hidup yang tidak seimbang, atau tidak dengan sesuai dengan kapasitas daya dukung dan daya dampung, akan menyebabkan bencana buat kita semua, juga generasi yang akan datang.

Makna hakiki secara filosofi, dan sosologis dengan terbitnya UU No.32 Tahun 2009, pertama bahwa undang-undang telah menempatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai jaminan hak asasi warga Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28H UUD 1945. Kedua pembangunan ekonomi yang sedang dilakukan harus benar-benar berprinsip pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Ketiga cara pandang adanya kesadaran bersama terhadap lingkungan yang semakin menurut kualitasnya, jadi perlu dilakukan komitmen bersama seluruh pemangku terhadap lingkungan hidup.

Keempat otonomi daerah yang juga mempengaruhi dalam penyelenggaran pemerintah daerah, karena itu upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus ditekankan di daerah yang banyak mengabaikan lingkungan hidup . kelima ada kesadaran bersama bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim dan mengakibat penurunan dalam kualitas lingkungan dibumi ini, dan terakhir adanya jaminan dan kepastian hokum dalam perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagaian dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem.

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hokum.

Usaha pertambangan, sebagai motor penggerak pembangunan dalam sector ekonomi , merupakan dua sisi yang sangat dilematis dalam kerangka pembangunan di Indonesia. Sesuatu yang disadari termasuk salah kegiatan yang banyak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup
Pasal 1 angka 1 UU No.4 Tahun 2009 , pertambangan adalah bagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan perusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengelolaan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualam, serta kegiatan pasca tambang.
Subsector pada sector pertambangan dan energy, ada beberapa jenis kegiatan yang meliputi: mineral, batubara, dan panas bumi; minyak dan gas bumi; listrik dan pemanfaatan energy. Pengembangan energy baru, sebagai bagian subsector yang bergiatannya berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan, berupa kerusakan dan pencamaran lingkungan perairan, tanah, dan udara. Dari pencemaran akan menimbulkan dampak turunan yang pada akhirnya berdampak negative terhadap persepsi masyarakat terhadap kegiatan usaha pertambangan.

Pertambangan telah membuat masyarakat buyat menanggung masalah kesehatan seumur hidupnya, pertambangan menyebabkan konflik lahan, hak adat, penggusuran, pembunuhan, perang dan pemihakan oknum birokarat dan penegak hokum terhadap kepentingan terhadap pemilik modal.

Yang jelas pertambangan telah menjadi bencana social yang harus diwaspadai terhadap permasalah social yang dimasyarakat. Seperti di Kaltim, banyak pertambangan yang dilakukan diareal perumahan penduduk, yang berakibat pada akses jalan hancur, dan bila hujan terjadi banjir. Krisis pangan, karena lahan subur pertanian dikonsesi menjadi pertambangan dikertabuna Kukar, dan PT Kedeco Jaya Agung, usaha pertambangannya yang diduga menyalagunakan lahan pinjam pakai kawasan hutan cagar alam Adang di Paser.

Keadaan demikian akan menimbulkan benturan kepentingan usaha pertambangan disatu pihak dan dan usaha menjaga kelestarian alam lingkungan dilain pihak . untuk itu keberadaan UU No.32 Tahun 2009, ada menjadi instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terhadap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan berupa:

a. KHLS (Kajian Lingkungan hidup Strategis);
b. Tata ruang;
c. Baku mutu lingkungan;
d. Kreteria baku kerusakan lingkungan;
e. Amdal;
f. UKL-UPL;
g. Perizinan;
h. Instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. Peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. Anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. Analisis resiko lingkungan hidup;
l. Audit lingkungan hidup;
m. Instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

Instrument lingkungan hidup, sebagai usaha mencegah masalah lingkungan hidup, dan salah satu yang timbulkan akibat usaha pertambangan yang beraneka ragam bentuk dan sifatnya.

Kedepan upaya penegakan hokum dalam UU No.32 Tahun 2009, berupa penegakan hokum adminitrasi, perdata dan pidana, akan memberi solusi dan efek jera bagi oknum pelaku tindak pidana dibidang lingkungan hidup. Yang kedua sosialisasi adanya uu ini terhadap masyarakat, sebagai upaya penyadaran untuk menuntut terhadap hak gugat masyarakat terhadap usaha pertambangan yang merugikan lingkungannya.